Ada sebuah gua tersembunyi di Lembah
Baliem, Kabupaten Jayawijaya, Papua. Gua Lokale, begitu
masyarakat setempat menyebutnya, hingga saat ini belum ditemukan ujungnya.
Misterius dan tak terjamah!
"Ini salah satu gua terpanjang di
dunia," begitu kata Pak Boa, pemilik tanah di sekitar Gua Lokale.
Tak mungkin saya percaya begitu saja. Dasarnya apa? Siapa yang meneliti? Tahun
berapa dicanangkannya?
Beragam pertanyaan langsung melintas di
kepala. Hari itu, saya bersama rombongan wartawan yang meliput Festival Budaya
Lembah Baliem 2012 menyempatkan diri untuk berkunjung ke sana. Masyarakat
setempat menyebutnya Gua Lokale. Lokasinya tak jauh dari tempat festival
berlangsung, yaitu di Desa Wosilimo, Kabupaten Jayawijaya, Papua.
Sebelum memasuki gua, saya mendengar
penjelasan Pak Boa sambil membayangkan berbagai kemungkinan. Apakah benar kata
Pak Boa, Lokale adalah salah satu gua terpanjang di dunia?
"Gua ini dibuka tahun 1992. Tahun 1996,
ahli gua dari Amerika datang ke sini. Dia masuk Lokale jam 6 pagi, baru keluar
jam 6 sore besok harinya. Kami semua warga sini mengira dia meninggal di dalam
sana," kata Pak Boa, telunjuknya mengarah ke lokasi gua.
Saat ditanya siapa nama ahli gua itu, Pak Boa
mengaku lupa. Namun katanya ahli gua itu pernah berkata, kalau Lokale bisa jadi
gua terpanjang di dunia.
"Dia bilang, gua ini adalah kebanggaan
Indonesia. Harus dijaga baik-baik. Sampai sekarang, belum ketemu di mana
ujungnya. Belum ada yang berani masuk lebih dalam," tambah Pak Boa.
Kontan, ketertarikan kami terhadap gua
tersebut semakin nyata. Rasa penasaran semakin besar. Sebentar lagi kami akan
memasuki gua itu, walaupun sangsi, apakah kami akan berhasil sampai jarak 2
kilometer seperti sang ahli.
"Di dalam sana ada 2 aula besar. Aula
pertama 850 meter jaraknya dari pintu gua. Aula kedua, 2 kilometer,"
lanjut Pak Boa.
Berbekal informasi itu, kami mulai memasuki
gua. Masing-masing harus sedia senter, karena tak ada cahaya sama sekali di
dalamnya. Beruntung saya punya Power Bank yang dilengkapi senter mini, cukuplah
untuk jarak pandang 2 meter.
Ada papan peringatan yang terpampang di papan
kayu dekat pintu gua. Beberapa poin mencakup larangan buang sampah, buang air,
ambil apa pun dari gua, pegang bentukan alam, juga larangan tangkap atau ganggu
hewan gua. Hewan gua?
Pertanyaan prematur kembali muncul di kepala.
Penasaran, saya langsung menanyakan kepada Pak Boa. Ia menjawab, di jarak 800
meter ada kolam berisi ikan dan udang. Tapi tak boleh diambil, katanya.
Kegelapan menyeruak dari dalam gua. Hanya
beberapa langkah, sudah ada tangga turun ke permukaan yang lebih rendah. Di
titik ini saya sudah berada di bawah permukaan tanah. Masuk lebih dalam,
suasana semakin mencekam. Cahaya hanya bersumber dari senter-senter mini milik
kami.
Stalagtit dan stalagmit menyambut dari segala
penjuru. Namun permukaan gua masih didominasi tanah yang cukup nyaman dipijak.
Dinding gua terasa lembab, namun masih nyaman untuk kami bernafas. Saat
menyorotkan sinar senter ke langit-langit, titik air terlihat bagai butiran
kristal. Indah!
Di satu waktu, Pak Boa berhenti berjalan dan
memukul-mukul salah satu dinding gua. Pukulan itu menghasilkan suara unik,
mirip seperti gendang namun lebih nyaring. Suara bagai alat musik itu
menghentikan kami di tempat tersebut.
Karena keterbatasan waktu, kami memutuskan
untuk kembali ke permukaan. Tak sampai 10 menit saya sudah sampai di pintu gua,
menyambut sinar matahari yang siang itu sedang riang. Dalam hati saya berpikir,
pasti ada ahli gua dari Indonesia yang pernah ke sini. Namun siapa? Kapan?
Semoga nanti ada penelitian lebih lanjut di
Gua Lokale. Kalau memang benar gua ini salah satu yang terpanjang di dunia,
pasti menjadi kebanggaan tersendiri bagi Indonesia khususnya Papua. Kami pun
meninggalkan lokasi Gua Lokale dengan rasa penasaran yang masih membara.
isi goa lembah beliem
0 komentar:
Posting Komentar